Archive for November, 2010

Duka Tanah Air (Juga) Duka Pemuda

Sumpah Pemuda yang kita peringati setiap tanggal 28 Oktober mempunyai arti penting bagi bangsa Indonesia. Lahirnya ikrar pemuda yang mengakui bahwa: “Bertanah Air Satu Tanah Air Indonesia, Berbangsa Satu Bangsa Indonesia, Berbahasa Satu Bahasa Indonesia”. Dimana dengan dipersatukannya kita oleh Tanah Air, Bangsa, dan Bahasa tersebut maka sudah sepantasanya kita berbangga akan identitas yang kita miliki.
Sumpah pemuda lahir karena adanya ruang-ruang sempit berbagai pemikiran kedaerahan dari bangsa ini. Mengusung semangat sumpah pemuda, berarti kita harus menghapus batas-batas kedaerahan, agama, suku, golongan, maupun partai untuk memajukan negara ini sesuai cita-cita the founding fathers. Sumpah Pemuda merupakan cikal bakal pembentukan negara Kesatuan Republik Indonesia.

Wujud Konsistensi Pemuda
Melihat dan mencermati kondisi bangsa terkait dengan sumpah pemuda yang semangatnya semakin lama semakin memprihatinkan, maka kita sebagai pemuda Indonesia perlu bersumpah dan mengamalkan sumpah tersebut, tentunya agar pemuda ke depan memiliki kesadaran yang tinggi dalam penyelamatan kedaulatan negara dari imbrio retaknya persatuan dan kesatuan. Apa sajakah bentuk tindakan pengamalan untuk penyelamatan negeri tercinta khususnya dalam menghadapi berbagai bencana yang muncul ini?. Pemuda dan pemudi harus memiliki kepedulian dan atau tanggap terhadap kepekaan sosial yang tinggi dan bisa membantu memberikan kontrol sosial dalam hidup bermasyarakat.

Memang peringatan Sumpah Pemuda ke-82 kali ini berbeda dengan peringatan yang dilakukan di tahun-tahun sebelumnya. Karena peringatan Sumpah Pemuda kali ini bersanding dengan berbagai bencana alam yang menimpa tanah air, mulai dari Banjir Bandang Wasior di Papua Barat, Tsunami Melawai di Sumatra Barat, hingga Letusan Gunung Merapi di Yogyakarta. Berkaca dari bencana-bencana sebelumnya, memang tentatif waktu munculnya bencana kali ini bisa dibilang berdekatan. Ratusan nyawa manusia menjadi korban atas munculnya bencana itu.

Pemuda perlu untuk selalu peduli dan tanggap serta harus mempunyai rasa kemanusiaan (sense of humanism) terhadap sesama anak bangsa, dalam hal ini pemuda harus ikut serta berpartisipasi dalam penanggulangan bencana, sigap dan tanggap dalam menghadapi bencana. Maka konsistensi itu harus lahir dari hati dan jiwa pemuda. Dibutuhkan sekali peranan pemuda untuk senantiasa bertindak bukan untuk kepentingan diri sendiri tetapi untuk kepentingan masyarakat luas, jangan malah mengatasnamakan rakyat tapi untuk kepentingan sendiri.
Tidak menutup mata banyak sekali pemuda kita sekarang ini yang terjebak dengan berbagai gaya hidup, seakan melupakan apa yang dipunyai bangsa ini. Bahasa sehari-hari, gaya komunikasi, hingga pergaulan menjadi sorotan utama dalam memandang konsistensi pemuda sekarang. Saat ini perkembangan zaman sungguh luar biasa apabila tidak didukung dengan adanya moral, mental dan aturan yang mengikat. Maka akan dibawa kemanakah nantinya konsistensi pemuda Indonesia apabila sudah tak mampu lagi menghalau berbagai persoalan-persoalan yang melemahkan nasionalisme yang berujung pada rapuhnya rasa persatuan dan kesatuan.

Mulai saat ini pemuda harus berjiwa sosial, berbudi luhur, dan bekerja ikhlas untuk kemanusiaan, sudah tidak ada lagi waktu untuk bermalas-malasan, saling membantu sesama anak bangsa, jadikan peristiwa bencana sebagai pengalaman kehidupan dan sebagai cermin untuk melangkah dan membangun negeri tercinta kita Indonesia. Berikan bukti hasil perjuangan dalam bentuk apapun untuk generasi pemuda ke depan dengan dibekali konsistensi.
Sampai saat inipun telah dibuktikan bahwa masih ada konsistensi yang dimiliki para pemuda Indonesia. Dengan jiwa sosial dan rasa kemanusiaan yang tinggi, mereka bergandeng tangan untuk saling membantu atas munculnya berbagai bencana di tanah air ini. Di sana tidak ada perbedaan agama, suku, ras, golongan dan bahasa daerah. Mereka semua sama dalam satu tujuan mulia, yakni mencintai tanah air, bangsa, dan bahasa demi kebersamaan.

Kearifan Lokal Sebagai Mitigasi Bencana
Dalam UU No. 24/2007 tentang Penanggulangan Bencana, bahwa mitigasi bencana didefinisikan sebagai sebagai serangkaian upaya untuk mengurangi risiko bencana, baik melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan menghadapi ancaman bencana. Seringkali implementasinya ke masyarakat masih sangat minim dan akibatnya masyarakat terutama di wilayah rawan bencana belum memiliki pengetahuan memadai akan kebencanaan dan tidak mempunyai kemampuan adaptif dengan keadaan dan proses pemulihan pasca bencana.

Seiring dengan itu, penggalian terhadap kearifan lokal sangat diperlukan karena memberikan pemahaman dan panduan dalam lingkup tradisi lokal bagaimana menjalani kehidupan sehari-hari, termasuk pengetahuan ciri-ciri bencana dan larangan melakukan kegiatan yang merusak lingkungan atau keseimbangan ekosistem. Menggali potensi kearifan lokal yang ada di dalam masyarakat dapat dilakukan dengan melalui pendekatan partisipatif serta melibatkan dukungan banyak pihak seperti budayawan, sosiolog, tokoh masyarakat dan pendidik. Kearifan lokal yang mulai kurang dikenal dan dihayati dapat diformat dalam bahasa publik, bahasa sehari-hari yang mudah dipahami. Budaya mitigasi berbasis kearifan lokal perlu dibangun sejak dini dalam diri setiap elemen masyarakat untuk mewujudkan masyarakat yang berdaya sehingga dapat meminimalkan dampak yang ditimbulkan oleh bencana.
Meskipun berbagai bencana sedang menghadang kita, harus tetap menjadi pelecut semangat bagi para generasi muda untuk lebih mencintai negaranya. Dukungan rakyat terhadap negaranya merupakan faktor utama bangkitnya sebuah negara.
Hidup Pemuda Indonesia!

Hendro Muhaimin, peneliti Pusat Studi Pancasila UGM